Sabtu, 22 Desember 2012

#postcardfiction: Mesin Waktu Buat Ibu



Perempuan itu meletakkan tas kerjanya di tepi tempat tidurnya yang terlihat berantakan. Bocah berusia sembilan tahun itu terlelap dengan posisi telentang sambil mendengkur lirih. Beberapa mainan berserakan di sisinya. Perempuan itu tersenyum menatapi wajah malaikat yang ada di hadapannya. Enggan membangunkannya meskipun dia ingin sekali memeluknya. Dia mendesah panjang lalu memungut guling yang jatuh di atas lantai keramik.
“Dia tidak mau dipindahkan, Mbak,” beritahu Nunik yang datang dengan membawa nampan berisi teh hangat untuk perempuan itu.
“Tidak apa-apa, Nik,” katanya sambil menolehkan kepala. “Bagaimana acara ulang tahunnya di sekolah?”
“Meriah, Mbak,” sahut Nunik tersenyum lebar. “Sayang, Mbak tidak datang.”
Perempuan itu menghela napas.
“Aku ada rapat penting.”
Nunik mengangguk penuh pengertian.
“Dia suka kado yang aku kasih?”
“Ibal senang banget, Mbak. Sampai-sampai dibawa tidur. Itu...” tunjuk Nunik.
Perempuan itu bisa melihat benda berbentuk persegi berwarna hitam itu menyembul di balik bantal. Dia tersenyum. Merasa agak lega karena anaknya memiliki satu lagi penghibur kala perempuan itu sibuk dengan pekerjaannya.
Ketika Nunik pamit pergi tidur, perempuan itu dengan cepat mengiyakan. Dia juga merasa lelah. Sangat.
Tapi keinginannya untuk segera beristirahat tertunda ketika melihat sepucuk surat tanpa amplop tergeletak di atas meja riasnya. Keningnya berkerut ketika membaca tulisan tangan putranya.

Ini, aku pinjamkan mesin waktuku buat ibu
Supaya ibu tahu, betapa meriahnya ulang tahunku

Love u,
Ibal

Perempuan itu mengambil kamera digital yang diletakkan tidak jauh dari surat yang ditulis anak lelakinya. Ibal menamai benda itu, mesin waktu. Dengannya, Ibal mengabadikan momen apa pun yang dianggapnya penting.
Ketika layarnya menampilkan satu persatu gambar yang tersimpan di dalamnya, ada perih yang mengusik hati perempuan itu. Sepasang mata anaknya tak terlihat bahagia meski senyumnya selebar biasa.
Perempuan itu memejamkan mata, membiarkan lelehan cairan hangat itu membasahi pipinya. Maafkan ibumu, Nak. Terima kasih tak membuatku kehilangan momen bahagiamu hari ini.

2 komentar:

  1. Huaaa..dia ikutan lagi.
    ini yang note-mu waktu itu kan, Fit.
    Aku suka fiction yang ini.
    btw, aku mau ikut juga ah, lirik yang punya lama-lama dan belum sempat terpublikasikan, gak sempat nulis soalnya, hihihii..

    BalasHapus
  2. hahahaha iya... mumpung di kasih tiga kesempatan. jadi aku revisi lagi nih note yang kemarin, rencananya mau aku jadiin cerpen tapi diikutkan lomba dulu deh.... kekekkee

    ayo, ikutan, Qi... fighting! :D

    BalasHapus