Rabu, 20 Januari 2016

[BOOK] J O D O H by Fadh Pahdepie





Judul: Jodoh
Penulis: Fadh Pahdepie
Penerbit: Bentang Pustaka
Jumlah halaman: 245
Harga: eh, berapa ya? Ini belinya juga nitip. Sampe tulisan ini dibuat juga masih belum terbayar :D


Untuk mereka yang bertanya-tanya tentang jodoh


Jujur, sebaris kalimat di lembar keempat ini menohok hati. Saya dilanda kegamangan, mau meneruskan membaca atau tidak. Saya sedang malas baper aja sehabis membaca buku ini. Tapi, Akhir Cerita Bahagia membuat saya akhirnya memutuskan untuk meneruskannya saja. Selain saya sudah bertekad selalu membaca buku-buku yang saya beli, saya juga kepengen mengurangi tumpukan buku yang belum terlepas dari segelnya dan tentunya... mengisi blog saya setiap harinya.

Nah, mumpung buku ini masih fresh from the oven, setidaknya saya bisa ikutan kekinian deh.... kekekeke...


Jodoh ini bercerita tentang Sena dan Keara.
Sena yang jatuh cinta pada Keara sejak usianya masih enam setengah atau tujuh tahun. Pokoknya pada hari pertama masuk sekolah dasar. Bocah yang rambutnya aja masih disisirin ibunya ini mendadak terkena serangan jantung ringan hanya karena mendengar suara indah Keara saat memperkenalkan diri. Lebay?!

Mungkin aku berlebihan tentang ini, tetapi perasaan kita tentang cinta pertama selalu berlebihan, bukan?
Sena. Hlm.14

Sayangnya jalan cinta Sena dan Keara tak semulus pipi barbie. Biarpun mereka ditakdirkan untuk selalu bersama. Pasalnya selepas lulus SD, Sena dan Keara sama-sama memutuskan untuk meneruskan sekolah ke pesantren Darul Arqam. Tau sendiri peraturan ketat di pesantren yang melarang keras santriawan dan santriwati berhubungan dekat. Tapi ya namanya juga anak muda lagi jatuh cinta, jangan pernah bilang jangan. Percuma. Mereka lebih militan ketimbang pendukung capres. Mereka punya sejuta cara untuk menyampaikan kerinduan. Lewat surat yang dititipkan pada emak-emak dapur atau mengetahui dengan baik tempat-tempat mana saja yang bisa dijadikan titik-titik pertemuan rahasia. Emang ya jatuh cinta bikin orang jadi cerdas.

Rindu barangkali semacam racun yang kita racik dari kesendirian kita yang sunyi, dari tempat yang jauh, dari hilangnya kesempatan untuk melihat senyum seseorang yang kita sayangi, dari pelukan yang lepas, dari ruang-ruang kosong di antara jari-jemari, dari sebuah pesan yang terlambat masuk ke ponsel, dari percakapan yang tergesa-gesa, dari apapun yang membuat kita nelangsa.
Racun itu kemudian kita minum sendiri, membuat dada kita jadi lemah dan mata kita berair...
Sena. Hlm.80

Sebagai anak pesantren, melakukan ‘kesalahan’ semacam ini tentu saja membuat mereka merasa bersalah. Namun apa daya. Cinta telah merasuk ke dalam sukma. Sena tak dapat melepaskan diri dari Keara. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk berhenti berada dalam garis edar Keara. Sena pergi. Pada awalnya sekedar merentang jarak agar dapat menjaga diri dari hal-hal yang justru mereka inginkan, layaknya mereka yang berpacaran. Namun sebuah kejadian tak terencana mengubah jalan cerita. Sena menghilang dari kehidupan Keara.

Lalu, apakah mereka berjodoh?



Sepanjang membaca buku ini, saya merasakan banyak emosi. Meskipun saya sedang tidak dimabuk cinta, saya tetap bisa merasakan manisnya. Tersenyum-senyum membaca Sena yang ketiban cinta bernama Keara. Tertawa sebab membayangkan Mitun Chakraborty dan Sridevi menari-nari di taman bunga. Menghela napas saat Sena merasa gamang. Berkaca-kaca ketika sampai pada halaman-halaman yang mengharukan. Justru setiap barisnya kembali mengingatkan saya pernah punya perasaan yang meletup-letup sedemikian indah. Menjadi lebih jatuh cinta lagi pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono.


Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri
-Pada Suatu Hari Nanti-


Dan akhirnya saya menemukan jawaban dari: apakah kita berjodoh?

Kita berjodoh, Key. Untuk apa pun alasannya, yang menyedihkan atau membahagiakan, yang bisa kita terima atau tak bisa kita terima, yang termaafkan atau tak termaafkan.
Kita berjodoh karena takdir telah mempertemukan kita di salah satu persimpangan waktu, membuat kita jadi lebih dewasa, membuat hidup kita jadi lebih bermakna.
Sena. Hlm.244

Tidak ada komentar:

Posting Komentar