Minggu, 25 November 2012

Rain Hater





“Tutup jendelanya! Cepat!”

Buru-buru perempuan berkain sarung batik itu berlari menuju jendela yang terbuka lebar. Meraih pegangannya yang terbuat dari besi berukir. Mengunci rapat-rapat. Lalu tak lupa menarik tirai bermotif magnolia hingga ruangan menjadi gelap.

Perempuan itu menarik napas.

Seharusnya dia menyalakan dulu lampunya. Nona mudanya tak suka gelap meskipun lebih membenci hujan setiap kali bertandang ke bumi.

Saat lampu menyala, perempuan itu melihatnya sedang menutup wajah dengan kedua tangan pucatnya. Ada isak lirih yang terdengar. Selalu saja seperti ini, keluhnya iba. Mengepalkan tangan tuanya yang selalu saja ingin bergerak memeluk tubuh rapuh itu. Seperti yang selalu perempuan lakukan pada putrinya, dulu.

Entah ketika dia sedang ketakutan atau sedang bersedih.

Namun kasta menghalangi kasih sayangnya.

Perempuan itu lalu memilih berlalu dari ruangan yang diterangi cahaya lampu-lampu kristal, pergi menuju tempat seharusnya dia berada. Dapur.

Gadis yang tinggal sendirian di ruangan itu pelan-pelan menurunkan tangan dari wajahnya. Tatapan sepasang mata basahnya menembus hingga keluar jendela yang ditutupi tirai bermotif magnolia.


Kau pernah bilang, kau ingin pergi ketika hujan memelukmu.
Dan Tuhan mengabulkannya.
Tanpa menguranginya sedikit pun.
Kau terlelap dalam deras rinai hujan-Nya.
Meninggalkanku yang menggigil tanpa hangat senyummu.

Kenapa kau lebih mencintai hujan daripada aku?


***



*gambar diambil dari Google ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar