Senin, 07 Januari 2013

[teaser] Letters to Ing


"Maukah kau menikah denganku?" Hilma yang hendak membubuhkan tanda tangan sontak mendongak mendengar pertanyaan itu. Sepasang matanya mengerjap heran. Pulpen yang dipegangnya jatuh terlepas, rebah di samping buku berhalaman tebal yang lembar pertamanya baru dia coret segaris.
Lelaki itu membuka penutup kotak beledu hitam yang ada di tangannya. Memperlihatkan sebentuk cincin bermata berlian. Sinar lampu membuatnya berkilau.
"Apakah kau bersedia?" Tanyanya sekali lagi.
Hilma tercenung.
"Terima! Terima! Terima!"
Suara-suara di sekelilingnya semakin bergemuruh. Membuatnya tidak bisa memusatkan konsentrasi. Suasana acara book signing yang sejak tadi ramai kini semakin meriah. Orang-orang berdatangan ketika mendengar penulis kesayangan mereka dilamar di depan umum. Tepat hari dimana novel terbarunya diluncurkan.
Hilma mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Dia tidak tahu harus berkata apa. Hanya sepasang matanya yang bergerak gelisah. Sebentar memandang lelaki pemberani itu lalu beralih menatapi kerumunan orang yang mengelilingi mereka.
"Nath..." Hilma menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, seperti tidak bertenaga. Dia menggigit bibirnya, bingung.
"Aku harus bagaimana?"
"Terima! Terima! Terima!" seruan itu seolah menjadi satu-satunya opsi yang harus dia pilih.
Hilma menghela napas.
"Apa kamu sudah memikirkannya baik-baik?"
Nathan mengangguk mantap.
"Nath, aku..." Tatapan jatuh ke atas sampul novelnya yang berwarna pink pucat. Spontan tangannya bergerak mengusap huruf-huruf timbul yang membentuk tiga rangkaian kata. Letters to Ing.
Nathan menahan napas, dia mengerti arti dari gerakan tangan yang dibuat Hilma tanpa sadar. Dia menghembuskan napas pelan-pelan. Mencoba tersenyum meski terasa pahit. Sepertinya  aku tidak akan pernah bisa memenangkan hatinya, desah Nathan lalu mengulurkan tangan. Menarik kembali kotak beledu hitam yang selama tiga tahun ini hanya menghuni laci lemarinya.
Tiba-tiba, Hilma menghentikan gerakan tangannya.
Mereka bersitatap.
Lelaki itu tidak mengerti jadi dia diam saja. Menunggu apa yang akan Hilma katakan.
Hilma menelan ludah. "Beri aku satu kesempatan," katanya lirih.
Mata nathan mengerjap tidak percaya.
"Did you say... yes?"
Hilma mengangguk pelan.
"Yes?!"
Nathan memastikan sekali lagi.
"Kamu ingin aku menarik kembali ucapanku?"
Nathan buru-buru menggelengkan kepala. Dia tidak mau Hilma berubah pikiran. Dia sudah menunggu bertahun-tahun untuk melaksanakan niatnya melamar Hilma. Nathan menghela napas, dia belum pernah merasa selega tapi juga segugup ini. Dia melepaskan cincin itu dari kotak beledu. Memasangkannya ke jari manis Hilma, seperti yang selama ini dia bayangkan.
Ketika cincin itu melingkari jari pemiliknya, semua orang bertepuk tangan. Bahkan ada yang menangis karena terharu. Bercita-cita suatu hari ingin merasakan kebahagiaan yang sama, dengan cara seromantis di dalam cerita-cerita roman.
"Cium! Cium! Cium!"
Hilma terhenyak. Hatinya menggerutu mendengar teriakan para penggemarnya. Bahkan di dalam novelnya, dia tidak pernah menuliskan hal seperti ini.
"Do you want to grant their wish?" Tanya Nathan jahil, sengaja menggoda Hilma hingga wajahnya mendadak memerah.
Perempuan itu melotot tajam. "Memangnya ini sinetron apa!"

***

Happy reading!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar