Minggu, 12 April 2015

[The Various Flavour of Coffee] Secangkir kopi yang tidaklah sesederhana kelihatannya


 
Setelah menyelesaikan The Various Flavour of Coffee, ternyata...

Robert Wallis tidak semenyebalkan yang kukira dan aku mulai minum kopi, kopi beneran -bukan es kopi yang banyak dijual di tepi-tepi jalan- dan berusaha membaui aroma dan rasanya seperti yang diuraikan Robert dan Emily.

Sayang, aku tidak bisa menyebutkan kata, selain 'enak' :D
 
 Anthony Cappela menceritakan banyak hal di dalam novelnya. 680 halaman yang membuatku menyadari secangkir kopi tidaklah sesederhana kelihatannya. Bukan lagi minuman pahit yang membuatku pusing sesudah meminumnya. Bukan pula minuman sekedar pelepas dahaga. Sebab meminum kopi memiliki cara tersendiri. Seperti orang-orang Abyssinia (Ethopia) yang melakukan upacara kopi dengan tiga cangkirnya yang bisa menimbulkan semacam transformasi roh: abol, tona dan baraka. Orang-orang Maroko yang menambahkan belasan bahan lain di dalam kopinya. Orang-orang Sami yang lebih suka minum dari cangkir kayu yang disebut guksi.  
Di masing-masing tempat, memiliki cara dan tradisi yang berbeda hingga memperkaya rasa dan aroma, selain jenis dari kopi itu sendiri.

 Capella telah mengubah pandanganku pada secangkir kopi.

Aneh! Tapi, tulisan Capella memang lebih menyihir ketimbang iklan-iklan kopi di televisi. Bahkan Ario Bayu dengan hitamnya tidak menggerakkan kakiku pergi ke warung dan membeli kopi yang diminumnya. 

Yah, mungkin waktunya saja yang tepat. Ketika seleraku sedang berubah arah. Meninggalkan kantong-kantong teh beraroma buah atau mint yang menyegarkan.

Selain tentang kopi, Capella juga berkisah tentang berbisnis, berdagang, bursa, petualangan di Afrika, perbudakan, politik, hak suara untuk perempuan juga cinta. 

Akhir kisah cinta Robert Wallis dan Emily Pinker memang menyebalkan. Kekesalan yang sama kurasakan saat Rahul Jayekar memutuskan untuk meninggalkan Aroohi Keshav Sirke di Aashiqui 2.

Tapi, sepasang kekasih memiliki ceritanya sendiri, bukan?

Aku cukup terhibur mengetahui Emily Pinker bahagia dengan pilihan-pilihannya.

Kadang-kadang, kalau kernduan kepadamu sudah begitu besar sampai tak tertahankan, aku mengingatkan diriku sendiri bahwa laki-laki dan wanita sudah tidur bersama sejak ribuan tahun; bahwa jutaan melakukannya di seantero negeri setiap hari.  Tetapi, persahabatan antara laki-laki dan wanita masih menjadi hal langka dan berharga. Robert, aku cinta padamu -- tetapi lebh dari itu, aku bahagia sudah menjadi sahabatmu

-Emily Pinker-

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar